Sejarah Perkembangan Sistem Operasi Open Source
Open
Source adalah istilah untuk software yang kode programmnya disediakan
oleh pengembangnya untuk umum agar dapat dipelajari cara kerjanya,
diubah atau dikembangkan lebih lanjut serta untuk disebarluaskan.
Apabila pembuat program tersebut melarang orang lain untuk mengubah dan
atau menyebarluaskan program buatannya, maka program itu bukan open
source, meskipun tersedia kode programmnya.
Open source merupakan salah satu syarat bahwa suatu software dikatakan "free software".
Free software sudah pasti open source software, namun open source
software belum tentu free software. Salah satu contoh free software
adalah Linux.
Contoh open source software adalah FreeBSD. Linux yang berlisensi free
software tidak dapat diubah menjadi berlisensi tidak free software,
sedangkan FreeBSD yang berlisensi open source software dapat diubah
menjadi tidak open source. FreeBSD merupakan salah satu dasar untuk
membuat Mac OSX (tidak open source).
Dimulai tahun 1994-1995, server-server di Institut Teknologi Bandung (ITB)
mulai menggunakan FreeBSD sebagai sistem operasinya. FreeBSD merupakan
sistem operasi open source dan tangguh untuk keamanan jaringan maupun
server. Tetapi kemudian para administrator jaringan di Computer Network
Research Group (CNRG) ITB lebih menyukai laptop Mac dengan sistem operasi Mac OS X yang berbasis BSD daripada sistem operasi yang lain.
Istilah dari open source (kode program terbuka) sendiri baru
dipopulerkan pada tahun 1998. Namun, sejarah piranti lunak open source
sendiri bisa ditarik jauh ke belakang semenjak kultur hacker berkembang
di laboratorium-laboratorium komputer di universitas Amerika seperti di
Stanford University, University of California Berkeley dan Massachusetts
Institute of Technology (MIT) pada tahun 1960-1970 an.
Pertama kali tumbuh dari sebuah komunitas pemograman yang berjumlah
sedikit namun sangat erat dimana mereka biasa bertukar kode program, dan
setiap orang dapat memodifikasi program yang dibuat oleh orang lain
sesuai dengan kepentingannya. Hasil modifikasinya mereka sebarkan ke
komunitas tersebut.
Perkembangan di atas dipelopori oleh Richard Stallman dan teman-temannya
yang mengembangkan banyak aplikasi di komputer DEC PDP-10. Pada awal
tahun 1980-an komunitas hacker di MIT dan universitas-universitas
lainnya bubar karena DEC menghentikan PDP-10. Hal itu berakibat banyak
aplikasi yang dikembangkan di PDP-10 menjadi kadaluarsa. Pengganti dari
PDP-10, seperti VAX dan 68020, yang memiliki sistem operasi sendiri, dan
tidak ada satupun piranti lunak bebas. Pengguna harus menandatangani
nondisclosure agreement untuk bisa mendapatkan aplikasi yang bisa
dijalankan di sistem-sistem operasi ini.
Oleh karena itu pada bulan Januari 1984 Richard Stallman keluar dari
MIT, agar MIT tidak dapat mengklaim piranti-piranti lunak yang
dikembangkannya. Pada tahun 1985 beliau mendirikan organisasi nirlaba
Free Software Foundation.
Tujuan utama dari organisasi ini adalah untuk mengembangkan sistem
operasi. Dengan FSF Stallman telah mengembangkan berbagai piranti lunak :
gcc (pengompilasi C), gdb (debugger, Emacs (editor teks) dan perkakas-perkakas lainnya, yang dikenal dengan peranti lunak GNU.
Walaupun begitu Stallman dan FSFnya hingga sekarang belum berhasil
mengembangkan suatu kernel sistem operasi yang menjadi target utamanya.
Ada beberapa penyebab kegagalannya, salah satunya yang mendasar adalah
sistem operasi tersebut dikembangkan oleh sekelompok kecil pengembang,
dan tidak melibatkan komunitas yang lebih luas dalam pengembangnya.
Pada tahun 1991, seorang mahasiswa S2 Universitas Helsinki, Finlandia
mulai mengembangkan suatu sistem operasi yang disebutnya dengan Linux.
Dalam pengembangannya Linus Torvalds melempar kode program dari Linux ke
komunitas terbuka untuk dikembangkan secara bersama-sama.
Komunitas Linux terus berkembang dimana-mana kemudian akhirnya
melahirkan distribusi-distribusi Linux yang berbeda tetapi mempunyai
pondasi yang sama yaitu kernel Linux dan librari GNU glibc seperti
RedHat, SuSE, Mandrake, Slackware, Debian dan lainnya. Beberapa dari
distribusi di atas ada yang bertahan dan besar, bahkan sampai
menghasilkan distro turunan, contohnya Distro Debian GNU/Linux. Distro
ini menghasilkan puluhan distro anak, antara lain Ubuntu, Knoppix,
Xandros, dan lainnya.
Free Software Foundation (FSF) selain perangkat lunak adalah lisensi GPL (GNU public License),
dimana lisensi ini memberi kebebasan bagi penggunanya untuk menggunakan
dan melihat kode program, memodifikasi dan mendistribusi ulang piranti
lunak tersebut dan juga jaminan kebebasan untuk menjadikan hasil
modifikasi tersebut tetap bebas didistribusikan. Linus Torvalds juga
menggunakan lisensi dalam pengembangan dasar Linux.
Seiring dengan semakin stabilnya rilis dari distribusi Linux, semakin
meningkat juga minat dari piranti lunak yang bebas untuk di sharing
seperti Linux dan GNU tersebut, juga meningkatkan kebutuhan untuk
mendefinisikan jenis piranti lunak tersebut.
Akan tetapi terminologi "free" yang dimaksud oleh FSF menimbulkan
banyak persepsi dari tiap orang. Sebagian mengartikan kebebasan
sebagaimana yang dimaksud dalam GPL, dan sebagian lagi mengartikan untuk
arti gratis dalam ekonomi.
Para eksekutif di dunia bisnis juga mengkhawatirkan keberadaan perangkat
lunak gratis dianggap aneh. Kondisi ini juga mendorong munculnya
terminologi "open source" dalam tahun 1998, yang juga mendorong
terbentuknya OSI (Open Source Intiative) suatu organisasi nirlaba yang mendorong pemasyarakatan dan penyatuan "Open Source", yang diinisiasi oleh Eric Raymond dan timnya.

No comments:
Post a Comment